BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pernikahan dini banyak terjadi dari
dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para pelaku pernikahan dini tersebut adalah
remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan kurang. Remaja desa kebanyakan
malu untuk menikah pada umur 20 tahun keatas. Anggapan remaja desa lebih
memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disana ada anggapan atau mitos
bahwa perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum menikah berarti “Perawan
Tua”. Persoalan mendasar dari seorang anak perempuan yaitu ketika dia memasuki
usia dewasa, banyak orang tua menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan
tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk
kekurangan yang terjadi pada diri perempuan. Untuk itu, dalam bayangan
ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya pada
usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa
akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut
muncul karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya
pendidikan bagi remaja.
Menurut Dadang (2005), banyak kasus
perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika
memutuskan untuk menikah. “Kebanyakan yang gagal itu karena kawin muda”. Dalam
alasan perrceraian tentu saja bukan karena alasan menikah muda, melainkan
alasan ketidakcocokan dan sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja
sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia.
Pernikahan usia dini akan berdampak pada kualitas anak,
keluarga, keharmonisan keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego
remaja masih tinggi.Dilihat dari aspek pendidikan, remaja Di Dusun Nglamuk
mayoritas lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas
(SMA). Kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi,
dikarenakan faktor sosial budaya dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua
mereka juga rendah, sehingga kurang mendukung anak melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,
dapat dirumuskan permasalahan:
1.
Adakah pengaruh pendidikan terhadap keputusan
remaja Dusun Nglamuk untuk melakukan pernikahan dini?
2.
Faktor apa yang menyebabakan
banyaknya pernikahan dini di Dusun Nglamuk?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui sebarapa besar
pengaruh pendidikan terhadap keputusan remaja Dusun Nglamuk dalam memutuskan
untuk menikah dini.
2.
Mengetahui faktor yang menyebabkan
banyaknya pernikahan dini di Dusun Nglamuk.
D. MANFAAT
1.
Manfaat teoritis
Mengetahui pengetahuan
akan pentingnya pendidikan bagi remaja agar tidak terburu-buru melakukan
pernikahan dini..
2.
Manfaat Praktis
Bagi
masyarakat umum, menambah wawasan bagi masyarakat mengenai seluk-beluk
pernikahan dini. Serta membentuk keluarga bahagia dengan meminimalkan banyaknya
pernikahan dini bagi yang belum matang usianya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian
terdahulu
Mengakarnya pernikahan usia dini ini
terkait dengan masih adanya kepercayaan kuat tentang mitos anak perempuan.
Fenomena pernikahan diusia dini masih menjadi kultur masyarakat Indonesia. Para
orang tua ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi, sosial,
anggapan tidak penting pendidikan bagi anak dan pandangan negatif terhadap
status perawan tua. Padahal pada usia remaja sekitar lulusan SMP dan SMA
sebenarnya anak belum siap secara psikis dan sosial untuk membentuk keluarga.
Kesiapan psikis yaitu yang berkaitan dengan rasa aman, kasih sayang, dengan
cara menjaga lisan dan mengendalikan emosi agar tidak terjadi perselisihan
paham antar pasangan, memberikan perlindungan terhadap pasangan, saling
memahami karakter pasangan masing-masing, bersikap sabar dalam mengelola
keluarga, aktif mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat, memiliki pekerjaan
serta tidak menggantungkan hidup kepada orang tua. Sedangkan kesiapan sosial
pasangan menikah muda adalah kemampuan berinteraksi dengan masyarakat secara
wajar dan optimal dengan cara tidak membatasi diri dalam lingkup sosialisasi
dengan masyarakat di lingkungan tempat mereka tinggal. Dengan kurangnya
kesiapan-kesiapan tersebut Undang-Undang harusnya tegas karena banyak hak-hak
remaja yang dikorbankan.
Faktor penyebab pernikahan usia dini
masyarakat Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten
Temanggung, diantaranya: Perkawinan terjadi karena orang tuanya takut anaknya
dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan, hal tersebut dikarenakan
mitos-mitos yang marak dikalangan masyarakat tersebut. Sifat kolot orang jawa
yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat, karena disana adat menikah
diusia muda sudah menjadi kebiasaan dari dulu sampai sekarang. Kebanyakan orang
desa Desa Nglamuk, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten
Temanggung mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya
karena mengikuti adat kebiasaan saja. Rendahnya tingkat pendidikan maupun
pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan
mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur, mareka tidak memepedulikan bahkan
tidak mengerti keuntungan maupun kerugian/ dampak negatif yang ditimbulkan dari
menikah pada usi dini. Para orang tua yang masih belum paham pentingnya
pendidikan memaksa anak mereka untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi
setelah remaja lulus SMP atau SMA. Mereka menganggap, melanjutkan pendidikan
tinggi itu tidak penting. Bagi mereka, lulus SMP dan SMA saja sudah cukup,
tidak perlu ke perguruan tinggi. Disana ada beberapa pasangan yang menikah di
usia dini karena adanya faktor paksaan dari orang tua mereka.
Pada dasarnya, rumah tangga dibangun
atas komitmen bersama dan merupakan pertemuan dua pribadi berbeda. Namun, hal
ini sulit dilakukan pada pernikahan usia muda. Hal tersebut memacu terjadinya
konflik yang bisa berakibat pisah rumah, atau bahkan perceraian. Itu semua
karena emosi remaja masih labil. Tanpa disadari ada banyak dampak dari
pernikahan dini. Ada yang berdampak bagi kesehatan, adapula yang berdampak bagi
psikis dan kehidupan keluarga remaja. Dampak psikisnya yaitu sibuknya seorang
remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap
menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan
yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini
sering berbuntut perceraian. Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24
tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja,
boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 - 24 tahun
dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda. Pada masa ini, biasanya
mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil.
Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih
ingin bertualang menemukan jati dirinya. Kalau keadaan tersebut terjadi,
didalam keluarga ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa
ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa
depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga
terjadi perceraian, dan pisah rumah. Dampak psikis yang lain yaitu Depresi
berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada
kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi yang tertutup akan membuat si
remaja menarik diri dari pergaulan.
B. Hakeket
Pernikahan
Perkawinan atau pernikahan adalah
akad atau persetujuan antara calon suami dan calon istri karenanya berlangsung
melalui ijab dan qobul atau serah terima. Apabila akad nikah tersebut telah
dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia menciptakan rumah tangga
yang harmonis, akan sehidup semati dalam menjalani rumah tangga bersama-sama
(Thoha Nasruddin, 1976).Pengertian lain mengartikan perkawinan adalah hidup
bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu (Wiryono, 1978).
Banyak definisi pernikahan selain
yang telah disebutkan, diantaranya Pengertian pernikahan yaitu akad antara
calon pengantin pria dengan pihak calon pengantin wanita yang bukan muhrimnya
(Mufid,2002:43). Sedangkan pengertian lain nikah adalah suatu akad yang
dangannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dan wanita (Ramulyo,
2004). Dia menyimpulkan bahwa hakikat dari pernikahan merupakan suatu
perjanjian saling mengikat antara laki-laki dan perempuan dengan suka rela
untuk mewujudkan kebahagiaan dalam rumah tangga. Pernikahan dalam islam ialah
suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan
untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan sukarela
dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga
yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara
diridhoi Allah SWT. (Ihsan, 2008).
Berdasarkan pengertian pernikahan
dari beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan
suatu perjanjian (akad) saling mengikat yang dilangsungkan oleh laki-laki dan
perempuan untuk membentuk komitmen berkeluarga, menciptakan keluarga yang
harmonis.
C. Pernikahan
Dini
Pernikahan dini banyak dijumpai
dalam masyarakat, terutama pada masyarakat pedesaan. Jika mengacu pada UU
Perkawinan, usia ideal itu 21 tahun, namun toleransi bagi yang terpaksa menikah
di bawah usia 21 tahun ada batas 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun
untuk laki–laki dengan persetujuan wali. Jika mengacu pada UU Perlindungan Anak
No. 23 tahun 2002, perkawinan di usia 18 tahun ke bawah termasuk pernikahan
dini.
Pernikahan dini adalah pernikahan di
bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman,
2009). Sehinga seharusnya pernikahan dilakukan pada saat remaja sudah memasuki
usia dewasa, karena ketidaksiapan dalam pernikahan berdampak pada kehidupan
berumah tangga. Kurangnya pendidikan dapat memicu terjadinya pernikahan usia
dini, karena tanpa dibekali pendidikan yang cukup remaja tidak bisa berpikir
panjang dalam menentukan pilihan sehingga memilih untuk cepat-cepat menikah.
Fenomena pernikahan dini banyak
terjadi dikalangan masyarakat dan bukan merupakan fenomena yang muncul
belakangan ini, tapi sudah banyak terjadi dari dulu hingga sekarang. Fenomena
tersebut juga sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, bahkan sudah
membudaya disuatu masyarakat, salah satunya di Desa Nglamuk, temanggung.
Pernikahan dini dilakukan oleh para pasangan yang berumur kurang dari 20 tahun
yang mungkin terjadi karena faktor-faktor tertentu.
Pengertian pernikahan dini secara
umum, pernikahan dini yaitu: merupakan instituisi agung untuk mengikat dua
insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Pengertian
pernikahan dini tentunya tidak sebatas pengertian secara umum saja, tapi juga
ada pengertian lain, pengertian pernikahan dini diantaranya: Pernikahan dini
adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat
kuat, sebagai sebuah solusi alternative (Prof. Dr. Sarlito Wirawan
Sarwono,1983). Artinya, pernikahan dini bisa dilakukan sebagai solusi untuk
menghindari penyimpangan-penyimpangan dikalangan remaja.
D. Pengaruh
Pendidikan Terhadap Pernikahan Dini
Suatu
pernikahan secara tidak langsung telah membelenggu kebebasan seseorang, karena
di dalam pernikahan terdapat tanggung jawab untuk tetap menjaga keutuhan rumah
tangganya. Hal itu menjadi pertimbangan yang signifikan untuk memutuskan untuk
menikah. Pendidikan merupakan salah satu variabel yang dijadikan
pertimbangan-pertimbangan yang mengaburkan keputusan menikah, apalagi menikah
dini.
Implikasi
pendidikan yang berdasarkan pendapat Freud: “Pendidikan adalah suatu untuk
memperhalus dan membudayakan dorongan-dorongan kelamin sesuai dengan harapan
masyarakat”. Memperdalam ilmu dalam dunia pendidikan
seringkali membuat orang melupakan kehidupan pribadinya. Seseorang tidak
memikirkan kebutuhan biologisnya dikarenakan kesibukan yang mengisi
kesehariannya.
Tingkat
pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman secara matang kepada individu
untuk memilih atau memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan
jika hal yang buruk yang tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan
yang telah diambil olehnya. Kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun, maka
secara emosi remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya.
Kurangnya
pendidikan bisa dikarenakan faktor ekonomi, dari faktor ekonomi inilah
seseorang tidak mampu melanjutkan pendidikan dan juga dikarenakan oleh keluarga
yang relative besar. Selain itu faktor sosial budaya juga mempengaruhi
kurangnya pendidikan, mungkin pendidikan masyarakat di lingkungan sekitar yang
tergolong rendah menyebabakan para remaja malas melanjutkan pendidikan ke
jenjang lebih tinggi.
Usia perkawinan di pedesaan lebih
muda dari pada di perkotaan (Dellyana, 1988). Pernikahan dini yang terjadi di
desa biasanya disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah. Menurut David
Popenoe dalam Abu Ahmadi (1991:182), fungsi pendidikan ialah (1) transmisi
kebudayaan, (2) menolong individu memilih dan melakukan peranan sosial, (3)
menjamin integrasi sosial, (3) sebagai inovasi sosial. Tingkat pendidikan yang
tinggi akan memberikan pemahaman secara matang kepada individu untuk memilih
atau memutuskan suatu hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang
buruk yang tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan yang telah
diambil olehnya.
Dari penelitian sebelumnya di
Indonesia pernikahan dini 50-20% dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya
pernikahan dini dilakukan oleh pasangan muda yang rata-rata umurnya 18, 19, dan
20 tahun. Secara nasional pernikahan dini dengan usia pengantin di bawah usia16
tahun sebanyak 26,9% (Jalu,2004).
Dampak yang bisa ditimbulkan akibat
pernikahan dini tersebut bermacam-macam. Mungkin awalnya secara fisik anak bisa
lebih cepat matang dan dewasa, namun dari segi lain yaitu segi psikis, ekonomi,
agama, sosial, maupun bentuk kemandirian lainnya belum tentu mampu membangun
komunitas baru bernama keluarga, disebabkan emosi diusia remaja yang belum
stabil. Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena pernikahan usia dini akan
beruntut pada masalah-maslah sosial. Sebut saja kehamilan yang tidak
diinginkan/ ketidaksiapan untuk membentuk keluarga baru yang ujungnya berakhir
dengan perceraian, tindak kriminal aborsi, serta perilaku menyimpang lainnya.
Dari segi finansial, usia remaja juga menimbulkan persoalan,yaitu dari sisi
pendidikan yang minim. Karena minimnya pendidikan, pekerjaan semakin sulit
didapat dan hal tersebut dapat berpengaruh pada pendapatan keluarga.
BAB II
LANDASAN TEORI
Fenomena pernikahan dini bisa dikaji
dengan teori Interaksionisme simbolik Max Weber. Dilihat dari pandangan Weber,
pernikahan dini terjadi karena individu–individu melakukan tindakan–tindakan
yang berarti. Sesuai dengan tipe–tipe tindakan sosial Max Weber, yaitu
rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan
tradisional, dan afektif.
Titik tolak baginya adalah mengenai
individu yang bertidak yang tindakan-tindakannya itu hanya dapat dimengerti
menurut arti subyektifnya. Kenyataan sosial baginya pada dasrnya terdiri dari
tindakan-tindakan sosial individu. Titik tolak Weber pada tingkat individual
mengingatkan kita bhwa struktur sosial atau sistem budaya tidak dapat
dipikirkan sebagai sesuatu yang berada secara terlepas dari individu yang
terlibat di dalamnya. Pemahaman terhadap tindakan sosial dilakukan dengan
meneliti makna subyektif yang diberikan individu terhadap tindakannya, karena
manusia bertindak atas dasar makna yang diberikannya pada tindakan tersebut.
Fenomena pernikahan dini dihubungkan
dengan teori Weber dapat dinyatakan bahwa pernikahan dini tersebut merupakan
symbol dari reaksi individu karena adanya keinginan individu tersebut untuk
melakukannya. Ada tiga hal penting dalam interaksionisme simbolik menurut filsafah pragmatis yakni (1)
memusatkan perhatian pada interaksi antar aktor dan dunia nyata yang lebih
dikenal denan dialektika, (2) memendang baik aktor dan dunia nyata sebagai
proses dinamis dan bukan struktur yang statis, (3) dan arti penting yang
menghubungkan kepada kemampuan aktor untuk menafsirkan kehidupan sosial.
Teori Interaksionisme simbolik menurut
Geroge Herbert Mead George Herbert Mead, yang berpendapat bahwa manusia
merupakan makhluk yang paling rasional dan memiliki kesadaran akan dirinya. Di
samping itu, George Herbert Mead juga menerima pandangan Darwin yang menyatakan
bahwa dorongan biologis memberikan motivasi bagi perilaku atau tindakan
manusia, dan dorongan-dorongan tersebut mempunyai sifat sosial. Di samping itu,
George Herbert Mead juga sependapat dengan Darwin yang menyatakan bahwa
komunikasi adalah merupakan ekspresi dari perasaan George Herbert Mead juga
dipengaruhi oleh idealisme Hegel dan John Dewey. Gerakan adalah suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungannya dengan pihak lain. Sehubungan
dengan ini, George Herbert Mead berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan
untuk menanggapi diri sendiri secara sadar, dan kemampuan tersebut memerlukan
daya pikir tertentu, khususnya daya pikir reflektif. Pada interaksi, hubungan
di antara gerak serta isyarat tertentu dan maknanya mempengaruhi pikiran
pihak-pihak yang sedang berinteraksi. Dalam terminologi Mead, gerak-isyarat
yang maknanya diberi bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam interaksi
adalah merupakan “satu bentuk simbol yang mempunyai arti penting”. Kata-kata
dan suara-lainnya, gerakan-gerakan fisik, bahasa tubuh (body langguage), baju,
status, kesemuanya merupakan simbol yang bermakna.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah cara yang digunakan peneliti
dalam mengumpulkan data penelitiannya. Dengan variasi metode yang dimaksud
adalah dengan menggunakan angket, wawancara, observasi, dan dokumentasi.
(Arikunto, 2006: 160)
A. Populasi dan Sampel Penelitian
· Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Arikunto,
2006: 131). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga Desa Nglamuk,
temanggung.
· Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti (Arikunto, 2006: 18). Sampel dalam penelitian ini adalah beberapa
warga Desa Nglamuk, temanggungyang melakukan pernikahan dini.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian harus mengandung
variabel yang jelas sehingga memberikan gambaran data dan informasi apa yang
diperlukan untuk menentukan masalah tersebut. Variabel adalah subyek yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002: 94).Variabel yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan dan keputusan melakukan
pernikahan dini.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu usaha sadar untuk
mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang
terstandar (Arikunto, 2006: 222). Tujuan dari pengumpulan data adalah untuk
memperoleh data yang relevan, akurat, dan reliable yang berkaitan dengan
penelitian dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan keterangan dan informasi
yang benar dan dapat dipercaya untuk dijadikan data. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis data kuantitatif. Setelah mengetahui data
kuantitatif yang diperlukan selanjutnya adalah menentukan metode pengumpulan
data untuk mendapatkan data yang sesuai yaitu menggunakan metode observasi,
angket atau kuesioner, wawancara dan dokumentasi.
1.
Metode Observasi
Menurut
arikunto, (1998: 231), observasi adalah pengamatan secara langsung. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi dengan tujuan untuk
meneliti secara langsung mendatangi objek yang akan diteliti.
2.
Metode Angket atau Kuesioner
Kuesioner
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia
ketahui (Arikunto, 2006: 151). Kuesioner dipakai untuk menyebut metode maupun
instrumen. Jadi dalam menggunakan metode angket atau kuesioner instrument yang
dipakai adalah angket atau kuesioner.
3.
Metode Wawancara
Wawancara
atau interview yaitu wawancara dimana peneliti melakukan tatap muka dengan
responden untuk memperoleh informasi dari responden tersebut. Menurut Margono
(2005: 165) wawancara atau interview adalah alat pengumpul informasi dengan
cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan
pula.
4.
Metode Dokumentasi
Dokumentasi
adalah suatu metode pengumpulan data yang berupa catatan tertulis dan dapat
dipertanggungjawabkan sebagai bukti yang resmi (Arikunto, 1998: 131)
D. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur
pengumpulan data adalah suatu cara dalam penelitian untuk mencari dan
mengumpulkan data. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :
1.
Tahap Persiapan
Dengan
langkah-langkah berikut:
·
Penentuan sampel
·
Teknik pengambilan sampel
·
Tempat penelitian
·
Obyek penelitian
·
Waktu penelitian
·
Pengambilan data
2.
Tahap Pelaksanaan penelitian
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data penelitian merupakan salah satu langkah
yang sangat penting dalam proses penelitian karena dapat berfungsi untuk
menyimpulkan penelitian. Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian
diolah dalam beberapa tahap analisis.
1. Analisis Data Tahap Awal
2. Analisis Data Tahap Akhir
DAFTAR PUSTAKA
Sukardi, Ph.D. 2008. Metodologi
Penelitian Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi Prof. Dr. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Reinka Cipta.
Idrus,
Muhamad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gelora Aksara Pratama
Salim, Agus. 2007. Teori sosiologi klasik dan modern , sketsa
pemikiran awal. Semarang: UPT UNNES PRESS.
Ichsan, Ahmad. 1986. Hukum Perkawinan bagi yang Beragama Islam,
Suatu Tinjauan dan Ulasan secara Sosiologi Hukum. Jakarta: Pradia Paramita.
Ali,
Ash-Shobuni. 2008. Pernikahan
Islam. Solo: Mumtaza.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha
Nasional.
Asmin. 1986. Status Perkawinan Antar Agama tinjauan dari undang-undang perkawinan
No.1/1974. Jakarta: PT Dian Rakyat.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar ^^